Senioritas, Hukum Terselubung yang Harus Dipatuhi


Semasa kuliah ada undang-undang tentang "Senioritas", yang berbunyi:
Pasal 1.
Senior tidak pernah salah
Pasal 2
Jika senior salah kembali ke pasal satu.

Muncul pertanyaan, siapakah pencetus atau perumus undang-undang ini? Mungkin dapat disimpulkan perumus undang-undang tersebut diberi serial nama NN. Satu sisi jika melihat dari sudut pandang senior ini merupakan berkah, tapi jika dipandang dari sudut junior ini bagai musibah. Ini berarti ada pihak yang sengaja menyebarkan virus berwujud "loyalitas" ini.

Undang-undang ini tanpa disadari ternyata terekam di bawah alam sadar manusia. Wujudnya menjelma ke semua aspek kehidupan. Tanpa terkecuali, undang-undang "pemerkosaan" ini juga masuk ke dunia pendidikan, yang notabene dunia untuk memanusiakan manusia.

Ketika ada kerjaan, semua dibebankan pada guru muda, ada semboyan yg menyatakan "kami sudah terlalu lamban untuk melakukan tugas itu." Ada sebuah alasan yang menguatkan jawaban tersbut, "dahulu juga kami mengalami hal yang sama, kami dipaksa melakukan ini itu oleh guru sebelumnya". Apakah zaman itu sama dengan situasi sekarang ini. Dilain sisi ketika ada materi "kurs" yg akan dibayarkan, maka semboyan lain siap menutup semboyan awal, "kebutuhan kami jauh lebih besar dari kebutuhan kalian. Kalian tidak pantas untuk berdiri disana karena pengalaman kami jauh lebih hebat dari ilmu yang kalian miliki." Fakta lain, ketika menyangkut perkembangan IT dan ilmu pengetahuan, ada sisi yg berbicara "kami tinggal sebentar lagi" namun jika ada pelatihan IT dan pembelajaran yg berkaitan dengan keaejahteraan maka akan ada peradaban yg berbicara, "biarkan kami memahaminya sedikit".

Fakta-fakta tersebut menunjukkan adanya kecenderungan ketidakseimbangan hak dan kewajiban dalam mengikat karakter. Kaderisasi yang terbentuk cenderung membawa nilai negatif yang akan terus bergulir. Atau inikah yang diharapkan senior? 

Memang senioritas tidak dapat diabaikan. Secara fakta pengalaman juga berbicara banyak dalam perkembangan hidup. Dunia ini sepertinya dibekali dengan kaderisasi untuk melanjutkan estafet kehidupan ini. Pengalaman berbicara bagaimana untuk memecahkan kebuntuan dan kejenuhan dalam rutinitas kisah tak berujung ini. Pengalaman senior berbicara bagaimana mengahadapi kesulitan komunikasi dengan pihak ketiga dalam lingkar pendidikan ini. Merumuskan nilai-nilai prioritas dalam wujud visi dan misi yg tertuang dalam lembaran kertas yg kemudian siap di remas dan dibakar.

Semua orang pasti akan mengalami dua peran ini. Apakah yg harus dikedepankan ketika memerankan masing-masing posisi? Sepatutnya dikembalikan dalam makna filsafat yg sepantasnya. Nilai-nilai diri, keseimbangan hak dan kewjiban, nilai luhur, budaya, dan Ketuhanan mungkin bisa menjadi jawaban akan pangkal roda senioritas ini. 
Terus berjuang, senior atau junior, tua atau muda, menjelang atau mengejar pensiun, selama masih ada kesempatan, dan ada kepercayaan, ciptakanlah " senior" yang kelak menunjukkan kelasnya.

*Tulisan untuk kalangan sendiri

1 komentar:

  1. Senioritas harus dihapuskan karena tidak sesuai adab manusiawi. Banyak orang yang terluka hatinya gara-gara senioritas disebabkan kenyamanan terganggu.

    ReplyDelete