Menuju 10 Tahun Perjalanan Profesionalitas Guru

Menuju 10 tahun perjalanan "sertifikasi" profesional guru. Sepanjang perjalanannya, sedikitnya membawa pro dan kontra terkait dengan hak dan kewajiban guru yang telah di sertifikasi. 
Sebagai contoh:
"Seorang guru, sebut saja guru A mengajar di salah satu sekolah. Sebelum mendapatkan pelatihan sertifikasi guru tersebut melaksanakan tugas dengan kinerja rendah, dengan berbagai alasan dan salah satunya masalah kesejahteraan. Kemudian hingga guru tersebut mendapatkan giliran untuk mengikuti program sertifikasi. Setelah dinyatakan lulus dan menjada guru profesional, kinerja guru tersebut tidak mengalami peningkatan. Dalih mengenai kesejahteraan berubah menjadi alasan-alasan lain. Pada akhirnya, bak lingkaran setan, Guru tersebut sering menjadi bahan alasan bagi guru-guru yang belum sertifikasi untuk meninggalkan tugas. "Buat apa repot-repot mengajar, guru yang telah sertifikasi saja tidak beres mengajar" menjadi tren bagi guru yang belum di sertifikasi untuk mengabaikan tugasnya."



Menuju perjalanan 10 tahun sertifikasi, bagaimanakah pendidikan di Indonesia? Memang harus diakui, pentingnya peranan kesejahteraan dalam melaksanakan tugas. Tak terkecuali seorang guru yang mengemban tugas terhormat yang amat berat. Kelangsungan dan masa depan bangsa menjadi beban berat bagi pundak guru. Dengan demikian, pentingnya perhatian Pemerintah dalam kesejahteraan guru. Harapan besar, dengan adanya peningkatan kesejahteraan ini meningkat pula kinerja guru, sehingga mimpi besar Pendidikan Indonesia segera dapat dicapai.

Program Pemerintah dalam sertifikasi guru dituangkan dalam sebuah undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Berdasarkan UU tersebut, ada hak dan kewajiban yang diberikan kepada guru.
Adapun yang menjadi hak guru dalam melaksanakan keprofesionalannya (Pasal 14), yaitu:
  1. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
  2. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
  3. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
  4. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
  5. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
  6. Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/ atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang--undangan;
  7. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
  8. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
  9. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
  10. Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan / atau
  11. Memperoleh pelatihan dan pengembangan. profesi dalam bidangnya.
Sementara itu, yang menjadi kewajiban guru profesional yang berkaitan dengan tugas pokok mengajar (Pasal 20), antara lain:
  1. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
  2. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
  3. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
  4. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
  5. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Kembali dalam memori perjalanan 10 tahun sertifikasi profesional guru, apakah sudah seimbang antara hak dan kewajiban? Seperti yang dipahami, ketidakseimbangan hak dan kewajiban akan menimbulkan masalah. Konsekuensinya, ketidakseimbangan ini tidak akan meningkatkan kualitas pendidikan seperti apa yang dicita-citakan bangsa.

Semuanya ini kembali bermuara dalam pribadi seorang guru. Seseorang yang memiliki mental terhormat akan menjalani langkah terhormat. Sekalipun belum dan telah dinyatakan profesional dengan selembar kertas, guru-guru terhormat akan melaksanakan tupoksi yang terhormat dengan profesionalitas yang tinggi.*

*) Tulisan ini hanyalah opini untuk mengingatkan dan mengajak kembali para guru yang terhormat dalam mengabdi dengan cara terhormat bagi bangsa Indonesia ini.

0 komentar:

Post a Comment