Langkah kaki berderap serempak, tangan terangkat dalam irama yang dinamis. Suara kendang, gong, dan kentrung mengalun menggugah semangat, mengiringi gerakan para penari yang mengenakan busana ala militer—lengkap dengan topi dan kacamata hitam. Di atas panggung sederhana, di tengah alun-alun, atau di pelataran rumah warga, tarian ini menari dengan penuh energi. Inilah Dolalak, tarian rakyat Purworejo, Jawa Tengah, yang tak hanya menyajikan keindahan gerak, tetapi juga menyimpan narasi panjang tentang sejarah, budaya, dan spiritualitas.
Asal Usul Dolalak
Tari Dolalak berakar dari kehidupan rakyat. Awalnya, tarian ini merupakan tiruan dari gerakan baris-berbaris tentara Belanda yang pernah menduduki wilayah Jawa. Masyarakat lokal mengadopsi gerakan itu, memadukannya dengan iringan musik tradisional, hingga lahirlah pertunjukan bernama Dolalak. Nama ini diyakini berasal dari notasi musik “do-la-la-la” yang mendominasi nada-nada pengiringnya.
Ciri khas Dolalak terletak pada gerakan ritmis yang sederhana namun penuh semangat, kostum unik yang menyerupai seragam kolonial, serta iringan musik tradisional yang menggema penuh vitalitas. Tidak hanya itu, dalam pementasan tertentu, Dolalak juga disertai unsur spiritual, seperti trance atau kesurupan, yang dianggap sebagai bentuk ekspresi jiwa dan komunikasi dengan alam gaib.
Dolalak telah berkembang dari waktu ke waktu. Dari yang semula didominasi oleh penari laki-laki, kini para perempuan pun ambil bagian, bahkan tampil dominan di berbagai pertunjukan seni. Dolalak telah naik panggung dalam festival nasional hingga internasional, menjadi simbol kebanggaan warga Purworejo.
Saatnya Kita Turut Menari Menjaga Warisan Ini
Namun, seperti banyak kesenian tradisional lainnya, Dolalak juga menghadapi tantangan zaman. Budaya pop, gawai, dan tarian viral modern mendesak ruang ekspresi tradisional ke tepi. Anak-anak muda kini lebih mengenal dance challenge di TikTok daripada tari Dolalak yang mengakar kuat pada jati diri bangsa.
Mari kita tidak sekadar menjadi penonton. Jadilah bagian dari pelestarian Dolalak. Ajak anak-anak muda menonton pertunjukannya. Dokumentasikan dan unggah ke media sosial. Undang kelompok Dolalak tampil di sekolah atau kampus. Jika Anda guru, jadikan ini sebagai tema proyek budaya. Jika Anda pelajar, mungkin inilah waktunya membuat karya kreatif dari akar budaya sendiri.
Dolalak bukan sekadar tarian—ia adalah wajah masa lalu yang menyapa masa depan. Ia bukan sekadar hiburan, melainkan jati diri yang bergerak, menari dalam denyut kehidupan masyarakat.
Menjaga Dolalak adalah menjaga identitas. Menari bersama Dolalak adalah menari bersama sejarah, semangat rakyat, dan ruh kebudayaan. Jangan biarkan tarian ini menjadi sunyi dalam arsip, mari hidupkan kembali geraknya di lapangan, panggung, dan hati kita.
EmoticonEmoticon